Mengapa Rupiah Konsisten Melemah Sejak 1948?


Mengapa Rupiah selalu melemah secara konsisten sejak diresmikan sebagai mata uang RI pada tahun 1948? Sudah ada banyak jawaban terhadap pertanyaan ini. Pada umumnya tinjauannya dari kacamata pengelolaan ekonomi negara seperti efek APBN defisit terhadap penurunan nilai rupiah.  Saya akan mencoba menjelaskannya dari kacamata lain. Yaitu dari kacamata perkembangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dari kacamata hubungan antar korporasi.

Untuk mengawali penjelasan, mari kita cermati data berikut ini. PT MAP Boga Adiperkasa Tbk. adalah pemilik dan pengelola gerai-gerai Starbucks di Indonesia. Dalam laporan kuartal pertama 2018 perusahaan ini melaporkan penjualan senilai Rp 535 M. Dari penjualan tersebut anak perusahaan MAP ini mendapatkan laba Rp 31 M. Yang menarik, dari sekian item beban-bebannya, ada beban royalti sebesar Rp  35 M. Beban royalti yang secara persentase adalah 6,5% dari penjualan tersebut dikirim kepada Starbucks Corporation di USA sebagai pemilik merek.

Pertanyaannya, dalam mata uang apakah pengiriman royalti tersebut? Rupiah atau US$? tentu saja US$. Dan karena MAP Boga pendapatannya dalam Rupiah maka dibutuhkan penukaran uang. Dalam pasar valuta asing akan berefek pada meningkatnya permintaan USD dari Rupiah.

rupiah stress edit

 

Itu baru satu perusahaan dan satu negara. Bayangkan  bahwa dari 2000 perusahaan terbesar dunia versi Forbes, 526-nya berasal dari USA. Salah satunya adalah Starbucks Corporation. Bayangkan, berapa banyak royalti yang dikirim kepada perusahaan-perusahaan tersebut dan semuanya harus dikirimkan dalam mata uang US$. Starbucks saja sudah lebih dari 75 negara. Dolar pun terus-menerus diburu oleh mitra perusahaan-perusahaan USA di seluruh penjuru dunia. Inilah sumber penguatan Dolar pertama.

Dari 526 perusahaan itu juga memiliki anak perusahaan di berbagai  negara. Salah satunya adalah Freeport McMoran yang memiliki PT Freeport Indonesia sebagai anak perusahaan. Tentu saja tiap tahun Freeport Indonesia menyetor dividen kepada induknya. Dividen ini tentu saja harus disetor dalam mata uang Dolar. Maka muncullah permintaan akan Dolar. Di pasar valuta asing akan ditangkap sebagai pemupuk kekuatan Dolar. Inilah sumber penguatan Dolar kedua.

Sumber ketiga adalah pembelian produk. Jika Anda bepergian naik pesawat, perhatikan bahwa Boeing adalah rajanya. Apapun maskapai nya, hampir bisa dipastikan Boeing adalah pesawatnya. Artinya, maskapai seperti Garuda, Lions, Sriwijaya atau apapun di negeri ini adalah customer Boeing. Tentu saja pembeliannya harus dalam Dolar. Kembali di pasar ini akan dibaca sebagai permintaan Dolar dan akan meningkatkan nilainya di pasar relatif terhadap mata uang lain. Itulah tiga penguat Dolar dari kaca mata korporasi.

 

Hasil gambar untuk kina PNG
Nilai  mata uang Papua Nugini Kina, negeri yang merdeka tahun 1948,  PGK 1= IDR 4 230.  Betapa lemahnya Rupiah

Pertanyaannya, apakah Rupiah memiliki tiga unsur penguat yang dimiliki oleh Dolar? Mari kita lihat. Ada 6 perusahaan negeri ini yang masuk Forbes 2000: BRI, Bank Mandiri, BCA, Telkom, BNI, dan Gudang Garam. Pertanyaannya lagi, apakah perusahaan-perusahaan itu mendapatkan royalti, dividen dan penjualan dari berbagai negara sehingga selalu mengirim komponen penguatan Rupiah dari seluruh penjuru dunia? Laporan keuangan perusahaan-perusahaan tersebut belum menunjukkan kontribusi itu.

Empat bank itu misalnya, jangankan ekspansi ke luar negeri seperti Citibank-nya Paman Sam. Mengisi pasar dalam negeri saja kedodoran. Satu demi satu bank-bank dalam negeri diakuisisi oleh bank asing. Belakangan misalnya Bank Century diakuisisi oleh bank J Trust dari Jepang. Keempat bank itu tidak memiliki kekuatan untuk mengakuIsisi. Tidak memiliki kekuatan modal.

Maka, jangan heran kalau dalam jangka panjang Rupiah akan makin melemah dan terus melemah. Ini adalah trend jangka panjang. Ketika baru diresmikan penggunaannya di Republik ini yaitu tahun 1948,  Satu Dolar setara dengan Rp 3,8. Kurs itu terus  memburuk sampai kini hampir Rp 15 ribu. Bandingkan misalnya dengan Kina mata uang Papua Nugini. Negeri yang merdeka hampir bersamaan dengan RI itu lebih bisa menjaga mata uangnya hingga kini. Satu kina berharga Rp 4.415.

Walaupun sesekali Rupiah membaik seperti saat Pak Habibie menjadi Presiden sempat berada pada angka Rp 9 ribuan per USD, sifatnya hanya sementara. Hanya fluktuasi berbasis sentimen dan isu. Bukan berbasis fundamental yang kuat.

Pertanyaannya, sampai kapan Rupiah akan terus melemah? Sampai kita memiliki banyak perusahaan yang terus berekspansi di berbagai negara dan mengirim tiga unsur penguatan Rupiah dari berbagai negara. Bagaimana bisa seperti itu? Jawabnya adalah pada keterbukaan para pendiri perusahaan-perusahaan Republik ini, baik pemerintah maupun swasta.

Keterbukaan  untuk menerima setoran modal dari pihak lain melalui penerbitan saham baru. Terus-menerus menerbitkan saham baru baik dilepas kepada orang-orang terdekat (private placement), melalui IPO jika ukuran kebutuhan modalnya sudah cukup besar, maupun kemudian dilanjutkan dengan menerbitkan saham baru (rights issue) di lantai bursa secara terus-menerus. Membesar melalui proses korporatisasi alias ekonomi berjamaah. Jangan terpaku pada modal dari utang seperti selama ini.

Sebagai contoh, PT Ciputra Development sudah melakukan ini. Berdasarkan laporan keuangan terbarunya, sejak IPO tahun 1994 Ciputra sudah sepuluh kali menerbitkan dan melepas saham baru. Uangnya untuk ekspansi. Termasuk ekspansi dengan mendirikan anak perusahaan di Vietnam yaitu proyek perumahan Ciputra Hanoi-nya. Tentu saja Ciputra Hanoi mengirim dividen dan royalti kepada PT Ciputra Development sebagai induknya.

Korporatisasi

Rupiah akan terus-menerus makin kokoh jika perusahaan-perusahaan di negeri ini berbondong-bondong mengikuti jejak Ciputra. Ciputra pun terus berkembang ke puluhan bahkan ratusan negara. Kita masyarakat Indonesia akan menikmatinya sebagai pendapatan pajak pemerintah yang lebih besar, Rupiah yang lebih kuat…dan satu lagi yang tidak bisa diukur dengan uang: kebanggaan sebagai negeri penguasa ekonomi dunia. Anda siap berkontribusi untuk penguatan Rupiah?

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

Ditulis oleh Iman Supriyono di kantor pusat SNF Consulting, 14 Agustus 2018

4 responses to “Mengapa Rupiah Konsisten Melemah Sejak 1948?

  1. Wow.. Pnerbitan saham baru spertinya solusi dari setiap masalah..

  2. Ping-balik: Presiden Harus Cetak Uang Ratusan Triliun? | Catatan Iman Supriyono

  3. Ping-balik: Pertamina Campakkan Rupiah: Dimana Nasionalisme? | Catatan Iman Supriyono

Tinggalkan komentar