Sebaya: Ciputra-Bisri Ilyas


Ini adalah tentang dua tokoh properti. Yang satu lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, tahun 1931. Satunya lagi lahir di Gresik, Jawa Timur, 1936. Hanya selisih 5 tahun.

Siapa mereka berdua? Tidak lain adalah Ciputra dan Bisri Ilyas. Ciputra mulai bergelut di dunia properti dengan bekerja sama sekaligus menjadi profesional di Jaya Group setelah lulus ITB tahun 1960. Tiga tahun pertama di perusahaan yang saham terbesarnya dipegang pemerintah DKI itu Pak Ci, demikian nama panggilannya,  berposisi sebagai direktur. Selanjutnya selama 32 tahun berikutnya adalah sebagai direktur utama hingga mundur tahun 1996.

PT Ciputra Development adalah puncak karya Pak Ci di bisnis pengembang properti. Perusahaan yang kini juga memiliki perumahan di Hanoi ini menjadi lahan karya Pak Ci sejak 1996 melalui akuisisi. Semula bernama PT Citra Habitat Indonesia yang berdiri tahun 1981. Penggantian nama menjadi Ciputra Development dilakukan setelah akuisisi.

Perumahan Gresik Kota Baru adalah puncak karya Bisri Ilyas. Tokoh yang juga biasa dipanggil Kaji Bisri ini mulai membangun unit rumah di kawasan yang kini menjadi icon Gresik itu sejak tahun 1981. Perumahan ini dikelola oleh PT Gresik Kota Baru yang kemudian berubah nama menjadi Bumi Lingga Pertiwi atau BLP Property pada tahun 1983.

Pak Ci dan Kaji Bisri.  Lahir pada tahun yang tidak berjauhan. Lahir pada era yang sama. Berkarya pada bisnis dengan bidang yang sama. Bahkan memulainya pun kurang lebih pada waktu yang sama. Bisa disebut mereka berdua adalah sebaya.

Bagaimana perkembangan karya mereka saat ini? Ciputra Development tahun 2017 melaporkan pendapatan sebesar Rp 6,44T dengan laba Rp 1,019T. Pendapatan dan laba tersebut diperoleh dari aset sebesar Rp 31,70T. Sepanjang tahun tersebut perusahaan yang di lantai bursa berkode CTRA ini membelanjakan arus kas untuk investasi sebesar Rp 1,76T. Rp 1,09T antara lain digunakan untuk pembelian tanah untuk pengembangan (land bank). Angka-angka tersebut  menunjukkan posisi perusahaan pemilik perumahan Citraland Surabaya itu sebagai perusahaan properti terbesar di tanah air.

Bagaimana BLP Property? Tidak ada angka yang bisa ditulis di sini. Perusahaan yang didirikan oleh tokoh yang berpulang tahun 2015 ini  bukanlah perusahaan terbuka. Tidak ada data yang  untuk konsumsi publik. Tapi melihat kompleks perumahan yang dikelolanya seperti Rewwin, Bhakti Pertiwi, Permata suci, nilai bisnis BLP masih jauh di bawah CTRA.

Dua orang sebaya. Menekuni bidang yang sama. Hasilnya beda. Lalu apa yang membedakan? Jawabnya ada pada sebuah kata kunci: korporatisasi. CTRA melakukan korporatisasi. BPL tidak. CTRA terus-menerus melakukan pelepasan saham baru untuk memasukkan dana dari masyarakat luas. BPL tidak. Modal BPL hanya dari pendirinya.

Mari kita perhatikan bagaimana CTRA ber korporatisasi. Aset CTRA  berasal dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp 15,45T dan utang sebesar Rp 16,26T. Untuk utang semua perusahaan melakukan. Tidak menjadi pembeda antara satu dan lain perusahaan.  Yang membedakan adalah ekuitasnya.

Sebagaimana laporan keuangan 2017, modal disetor hanya berkontribusi Rp 4,60T dari total ekuitas. Artinya, dengan kepemilikan saham 47%, keluarga Pak Ci melalui bendera PT Sang Pelopor hanya menyetor Rp 2,16T. Sisanya, Rp 2,44T disetor oleh pihak lain yaitu ribuan bahkan jutaan masyarakat luas. Dengan demikian, secara keseluruhan keluarga Pak Ci hanya berkontribusi 14% dari seluruh ekuitas perusahaan. Padahal sahamnya 47%. Lalu dari mana asalnya?

Saat sebuah perusahaan melepas saham baru, investor yang berminat tidak menyetor ke perusahaan tersebut menurut harga nominal. Tetapi menurut harga pasar. Jika saat ini melepas saham baru misalnya, CTRA akan menerima dana Rp 1 030 per lembar. Sesuai harga pasar saat ini. Padahal nilai nominalnya adalah Rp 250. Selisih Rp 780  dibukukan sebagai agio saham yang merupakan bagian dari tambahan modal disetor dalam laporan keuangan.

Kedudukan agio saham adalah seperti laba ditahan. Hanya boleh dipakai untuk ekspansi perusahaan. Tidak boleh diambil oleh pemegang saham, baik pesaham lama maupun baru. Agio saham bisa dipandang sebagai “upeti” dari pemegang saham baru kepada perusahaan yang telah puluhan tahun terbukti eksis di dunia bisnis. Upetinya CTRA 3x nilai nominal.

 

Ciputra-Bisri Ilyas

Tokoh properti sebaya: Ciputra-Bisri Ilyas

 

Dalam laporan tahun 2017 tercatat sudah 10 kali CTRA melakukan pelepasan saham baru. Pelepasan pertama adalah saat IPO tahun 1994. Ini menjadikan CTRA adalah sebuah “jamaah bisnis”. Kumpulan modal milik ribuan bahkan jutaan orang. Itulah yang menjadikan CTRA bisa berinvestasi termasuk membeli lahan baru dengan nilai jauh lebih besar dibanding laba. Tumbuh pesat dengan tambahan modal disetor dari masyarakat luas secara terus-menerus. Dari “ekonomi berjamaah”. Bukan sekedar dari kepiawaian, kerja keras dan gaya hidup hemat pendirinya.

Ada pendiri perusahaan yang enggan melakukan korporatisasi karena tidak mau ada orang lain menjadi pemegang saham. Tidak mau ada orang lain yang bergabung dalam “jamaah bisnis” yang didirikannya.  Lupa bahwa masuknya pesaham baru selalu dengan “upeti” besar. Tidak melepas saham baru artinya adalah menolak “upeti”.  Menolak “upeti” berarti pertumbuhannya hanya mengandalkan laba. Lambat. Akan kalah dalam pengadaan lahan. Kalah agresif. Jangan heran jika ribuan bahkan ratusan ribu hektar lahan di berbagai kota besar termasuk di luar negeri telah menjadi milik CTRA. Bukan BLP.  Walaupun keduanya didirikan dengan waktu yang relatif sama. Walaupun keduanya didirikan oleh tokoh yang sebaya.

Semasa hidupnya Kaji Bisri rajin sekali mewakafkan propertinya. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik sebagaimana dikutip http://www.pwmu.com mencatat ada 65 bidang tanah wakaf tokoh sederhana ini. Luasnya belasan hektar. Bahkan tokoh inilah yang berperan besar pada pendirian Universitas Muhammadiyah Gresik dan berbagai lembaga pendidikan lainnya. BLP saat ini bisa mulai melakukan korporatisasi seperti yang dilakukan oleh Ciputra agar tradisi wakaf Kaji Bisri bisa terus dilakukan dengan kecepatan berkali-kali lipat. Agar BLP Properti bisa menguasai lahan-lahan ribuan kilometer di berbagai kota besar bahkan di luar negeri seperti yang dilakukan oleh Ciputra. Membanggakan umat. Membanggakan bangsa. Mari mengambil pelajaran dari dua tokoh luar biasa ini.  Tokoh sebaya.

Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram  atau Grup WA SNF Consulting

*)Tulisan ini pernah dimuat di majalah Matan, terbit di Surabaya, dengan sedikit tambahan dan suntingan.

5 responses to “Sebaya: Ciputra-Bisri Ilyas

  1. Tulisan yang menarik dan inspiratif, terimaksih mas

  2. Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah | Catatan Iman Supriyono

  3. Mantap mas Iman….

  4. Ping-balik: Korporasi Nasionalis Pancasilais | Catatan Iman Supriyono

Tinggalkan komentar